MAKALAH
E-COMMERCE
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Fiqih
Muamalah Kontemporer
Dosen Pengampu :
Muflihatul Bariroh, M.S.I
Kelompok 11
3A
1.
Vina Alfiatul Munawaroh (17402153008)
2.
Rian Dwi Saputra (17402153009)
3.
Irma Yulistiani Dewi (17402153043)
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah,
dengan materi mata kuliah Fiqih Muamalah Kontemporer yang berjudul “E-Commerce”
tepat pada waktunya. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Dr. H. Maftuhin, M.Ag, selaku rektor Institut Agama Islam Negeri Tulungagung.
2.
Ibu Muflihatul Bariroh, M.S.I selaku dosen pengampu mata
kuliah Fiqih Muamalah Kontemporer.
3.
Dan semua pihak yang turut membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari jika dalam menyusun makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan hati yang terbuka
kritik serta saran yang konstruktif guna kesempurnaan tugas makalah ini.
Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan
banyak terdapat kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga
bermanfaat. Terimakasih.
Tulungagung, 20 September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C.
Tujuan Pembahasan............................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Jual Beli di Dunia Maya (E-commerce)............................................. 2
B.
Prinsip-Prinsip dalam E-Commerce.................................................... 3
C.
Ruang Lingkup E-Commerce............................................................. 3
D.
Model Transaksi Jual Beli di Dunia Maya.......................................... 4
E.
Perbedaan Jual Beli E-Commerce dengan Jual
Beli Salam................ 6
F.
Pandangan Terhadap E-Commerce.................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 10
B. Saran................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan teknologi elektronik yang berlangsung sangat pesat akhir-akhir
ini telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan dan kegiatan masyarakat.
Canggihnya teknologi modern saat ini dan terbukanya jaringan infomasi global
yang transparan memungkinkan adanya transformasi secara cepat ke seluuh
jaringan dunia melalui dunia maya. Akibat dari hal tersebut, intenet membawa
perekonomian dunia memasuki babak baru yang lebih populer dengan istilah digital
economics atau ekonomi digital.
Semakin maraknya kegiatan ekonomi memanfaatkan internet sebagai media
komunikasi, kolaborasi, dan kooperasi adalah wujud nyata dari keberadaan
ekonomi digital. Dalam perdagangan misalnya, semakin banyak yang mengandalkan
perdangan elektronik (e-commerce) sebagai media transaksi.Pada makalah
ini akan mendeskripsikan e-commerce beserta dengan pembahasannya secara utuh mulai
dari pengertian hingga perkembangan e-commerce di Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan e-commerce?
2.
Apa saja prinsip-prinsip dalam e-commerce?
3.
Apa saja ruang lingkup e-commerce?
4.
Bagaimana model transaksi e-commerce di
dunia maya?
5.
Apa perbedaan e-commerce dengan jual beli
salam?
6.
Bagaimana pandangan islam terhadap e-commerce?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan e-commerce
2.
Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam e-commerce
3.
Untuk mengetahui ruang lingkup e-commerce
4.
Untuk mengetahui model transaksi e-commerce
di dunia maya
5.
Untuk mengetahui e-commerce dengan jual
beli salam
6.
Untuk mengetahui pandangan islam terhadap e-commerce
BAB II
PEMBAHASAN
Transaksi jual beli di dunia maya atau e-commerce adalah
kegiatan komunikasi komersial bisnis dan manajemennya yang dilaksanakan
menggunakan metode-metode elektronik dan merupakan salah satu produk internet
yang saling terhubung antara satu dengan yang lain melalui media komunikasi,
seperti kabel telepon, serat optik, satelit, atau gelombang frekuensi. E-commerce juga dapat meliputi transfer informasi secara elektronis
antarbisnis, dalam hal ini
menggunakan Electronic Data Interchange
(EDI).
E-commerce atau transaksi
elektronik merupakan transaksi yang dilakukan menggunakan sistem informasi. E-commerce
adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen, manufaktur, service providers, dan pedagang penata
dengan menggunakan jaringan komputer yaitu internet. Saat ini transaksi dalam e-commerce
hampir seluruhnya dikerjakan menggunakan teknologi berbasis web. E-commerce
merupakan salah satu implementasi dari bisnis online. E-commerce
merupakan aktivitas pembelian, penjualan, pemasaran dan pelayanan atas produk
dan jasa yang ditawarkan melalui jaringan computer.
Adanya hubungan yang secara langsung antara satu jaringan komputer dengan
jaringan yang lainnya maka sangat memungkinkan untuk melakukan satu transaksi
langsung melalui jaringan komputer. Transaksi langsung inilah yang kemudian
disebut dengan transaksi online. Menurut
Arsyad Sanusi dalam transaksi online setidaknya ada tiga tipe, yaitu:
1.
Kontrak
melalui Chatting atau video conference.
2.
Kontrak
melalui e-mail.
3.
Kontrak
melalui situs atau web.
B.
Prinsip-Prinsip dalam E-Commerce
Perdagangan atau jual beli
memiliki pemasalahan tersendiri yang apabila dilaksanakan tanpa aturan yang
tepat akan menimbulkan keusakan dalam masyarakat. Oleh karena itu untuk
menghindari hal tersebut, dalam pelaksanaannya dibutuhkan prinsip-prinsip.
Penerapan prinsip syariah secara utuh dan lengkap dalam kegiatan ekonomi
berdasarkan pada landasan-landasan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Landasan-landasan tesebut berasal dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW, ataupun
dari hasil ijtihad para ahli hukum Islam. Quraish Shihab meumuskan
prinsip-prinsip yang dapat digunakan dalam berbisnis yang sesuai dengan ajaran
Islam yaitu:[2]
1.
Kejujuran
2.
Keramahtamahan
3.
Penawaran yang jujur atau fixed price
4.
Pelanggan yang tidak sanggup membayar diberi
waktu
5.
Penjual hendaknya tidak memaksaka pembeli dan
tidak bersumpah dalam menjual
6.
Tegas dan adil dalam timbangan dan takaran
7.
Tidak dibenarkan monopoli
8.
Tidak dibenarkan adanya harga komoditi yang boleh
dibatasi
9.
Kesukarelaan
Selain prinsip-prinsip
tersebut, tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dalam etika bisnis,
sehingga setiap orang tidak akan semena-mena melakukan tindakan yang tidak
bermoral sebab semuanya akan dimintai pertaggungjawaban baik di dunia maupun di
akhirat.
C.
Ruang Lingkup E-Commerce[3]
Secara garis besar, e-commerce saat ini diterapkan untuk
melaksanakan aktifitas ekonomi bussiness-to-bussiness, bussines-to-consumer,
dan consumer-to-consumer.
1.
Bussiness-to-Bussiness
Bussiness-to-Bussiness merupakan sistem komunikasi bisnis online
antar pelaku bisnis atau dengan kata lain transaksi secara elektronik antar
perusahaan dan dalam kapasitas produk yang besar.
2.
Bussines-to-Consumer
Bussines-to-Consumer dalam e-commerce merupakan suatu transaksi
bisnis secara elektronik yang dilakukan pelaku usaha dan pihak konsumen untuk
memenuhi kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu. Contohnya seperti mekanisme
toko online (electronik shopping mall).
3.
Consumer-to-Consumer
Consumer-to-Consumer merupakan transaksi bisnis secara elektronik yang
dilakukan antar konsumen untuk memenuhin suatu kebutuhan tertentu dan pada saat
tertentu pula. Contohnya individu yang menjual residential property,
mobil dan lain sebagainya.
D.
Model Transaksi Jual Beli di Dunia Maya[4]
Model transaksi jual
beli di dunia maya saat ini berkembang sangat pesat. Transaksi di dunia maya
umumnya menggunakan media sosial, seperti twitter,
facebook, blackberry, messager dan media sosial lainnya. Dalam transaksi di dunia maya
antara para pihak yang bertransaksi tidak bertemu langsung, akan tetapi dapat
berkomunikasi langsung, baik secara audio maupun audio visual. Selain itu,
komunikasi antara keduanya dapat melalui tulisan, seperti inbox via facebook dan lainnya. Jual beli melalui media elektronik
adalah transaksi jual beli yang dilakukan via teknologi modern sebagaimana
disebutkan keabsahannya tergantung pada terpenuhi atau tidaknya rukun dan
syarat yang berlaku dalam jual beli. Apabila rukun dan syarat terpenuhi maka
transaksi semacam ini sah, dan apabila tidak terpenuhi maka tidak sah.
Umumnya, penawaran dan
akad dalam transaksi elektronik dilakukan secara tertulis, di mana suatu barang
dipajang di laman internet dengan dilabeli harga tertentu. Kemudian bagi
konsumen atau pembeli yang menghendaki maka mentransfer uang sesuai dengan
harga yang tertera dan ditambah ongkos kirim.
Suatu akad dilakukan
dengan isyarat saja bisa absah, terlebih dengan menggunakan tulisan, hal ini
berdasar kaidah:
الاشرة المعهودة
للاخرس كالبيان باللسان
“Isyarat (yang dapat dipahami) bagi orang bisu (hukumnya) sama dengan penjelasan dengan
lisan.
Jual beli dapat
menggunakan transaksi secara lisan dan tulisan, keduanya memiliki kekuatan
hukum yang sama.[5]
Hal ini sesuai kaidah fiqihiyah:
الْكِتَابُ كَالْخِطَابِ
“Tulisan (mempunyai kekuatan hukum) sebagaimana ucapan”
Kalangan Malikiyah,
Hanbaliyah dan sebagian Syafi’iyah berpendapat bahwa tulisan sama hanya dengan
lisan dalam hal sebagai indikasi kesuka-relaan, baik saat para pihak yang
melakukan akad hadir(ada) maupun tidak. Namun demikian, hal ini tidak berlaku
untuk akad nikah. Transaksi elektronik sebagai suatu perbuatan hukum, maka yang
menjadi acuan adalah niat dan tujuan masing-masing pihak yang terlibat dalam
transaksi tersebut. Hal ini berlaku kaidah fiqihiyah:
العبرة في
العقود للمقاصد والمعاني لا للالفاظ والمباني
“Acuan
dalam suatu akad adalah tujuan substansinya, bukan bentuk dan lafazhnya”
Apabila orang yang
hendak melaksanakan jual beli, maka yang menjadi perhatian hukumnya adalah tujuan dan maksud dari
transaksi jual beli tersebut. Adapun perantara atau media untuk melaksanakan
transaksi tersebut tidak dipermasalahkan.[6]
E.
Perbedaan Jual Beli E-Commerce dengan
Jual Beli Salam
Dalam hal bentuk dan
wujud barang yang menjadi objek transaksi, dalam e-commerce biasanya
hanya berupa gambar (foto atau video) yang menunjukkan barang aslinya kemudian
dijelaskan spesifikasi sifat dan jenisnya. Pembeli dapat bebas memilih barang
sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Barang akan dikirim setelah dibayar.
Mengenai sistem pembayaran atau penyerahan uang pengganti barang, maka umumnya
adalah dilakukan dengan cara transfer. Bila sistem yang berlaku seperti ini,
maka pada dasarnya jual beli ini adalah jual beli salam. Pembeli memilih barang
dengan spesifikasi tertentu, kemudian membayarnya, setelah itu barang akan
diserahkan atau dikirim kepada pembeli. Hanya saja dalam transaksi salam, uang
yang dibayarkan di muka sebagaimana jual beli salam.
Apabila sistem salam
yang dilaksanakan dalam jual beli via media elektronik (e-commerce), maka rukun dan syaratnya juga harus sama dengan
transaksi salam. Adapun mengenai syarat salam, secara umum sama dengan syarat
akad jual beli, yaitu: barang yang dipesan merupakan sepenuhnya milik penjual,
bukan barang najis dan bisa diserahterimakan. Hanya saja dalam akad salam tidak
ada syarat bagi pemesan untuk melihat barang yang dipesan, ia hanya disyaratkan
menentukan sifat dan jenis atau spesifikasi barang yang dipesan.
Adapun ulama
menentukan syarat transaksi jual beli yang dilakukan dengan perantara:
1.
Kesinambungan
antara ijab dan kabul. Menurut Jumhur, selain Syafi’iyah Kabul tidak harus
langsung.
2.
Kabul
dilakukan di tempat sampainya ijab.
3.
Kesesuaian
antara ijab dan qabul.
4.
Tidak
adanya pengingkaran dari salah satu pihak yang bertransaksi.
Transaksi jual beli
via media elektronik dianggap sebagai ittihad
al-majlis, sehingga akad jual beli tersebut sah, karena masing-masing muta’aqqidain saling mengetahui dan
mengetahui objeknya, sehingga tidak terjadi gharar. Dengan demikian maka akan
terealisasi ijab dan qabul yang didasari suka sama suka.[7]
Untuk lebih
jelasnya terdapat dalam tabel 1.1 tentang persamaan dan perbedaan e-commerce
dengan jual beli salam sebagai
berikut:[8]
Aspek
|
Persamaan
|
Perbedaan
|
|
Transaksi
e-commerce
|
Transaksi
as-salam
|
||
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi
|
Adanya penjual dan pembeli sebagai subyek transaksi
|
Adanya payment gateaway, acquirer dan issuer yang
dianggap sebagai saksi dan wakil dalam melakukan pembayaran
|
Keberadaan saksi dan wakil bukan suatu keharusan tetapi
apabila diperlukan, hal tersebut tidak akan merusak atau membatalkan
transaksi.
|
Pernyataan kesepakatan
|
Adanya pernyataan kesepakatan sebagai manifestasi dari
kerelaan kedua belah pihak yang bertransaksi.
|
Dilakukan oleh media elektronik dan internet.
|
Dapat dilakukan dengan berbagai cara yang dapat
dipahami maksudnya oleh kedua belah pihak yang bertransaksi.
|
Obyek transaksi
|
Pembayaran /harga diserahkan segera/ didahulukan
|
Komoditi yang diperdagangkan dapat berupan komoditi
yang legal maupun illegal untuk dipedagangkan menurut islam.
Untuk komoditi digital diserahkan langsung setelah
transaksi melalui internet dan untuk komoditi non digital tidak dapat
diserhkan langsung namun dikirimkan melalui jasa kurir sesuai dengan
kesepakatan spesifikasi komositi, waktu dan tempat penyerahan.
|
Komoditi yang diperdagangkanharus berupa komoditi yang
legal untuk diperdagangkan menurut Islam.
Penyerahan komoditi harus ditangguhkan sampai batas
waktu kemudian.
|
F.
Pandangan Terhadap E-Commerce
Perdagangan dan pemasaran dengan penggunaan internet, meniadakan
aktivitas tradisional tatap muka antar pembeli dan penjual, untuk
tawar-menawar, memeriksa barang yang akan dibeli sampai penggunaan uang kontan
dalam transaksi. Kehadiran internet membuat perusahaan bisa berubah secara
radikal. Perusahaan yang dipelosok desa bisa membuat perusahaan global dengan hanya memasarkan produknya
melalui internet, sehingga dikenal oleh pembeli dimancanegara.[9]
Akan tetapi perusahaan harus mampu menyesuaikan desain produk dengan selera
masyarakat internasional dan tidak hanya terpaku pada selera lokal.
Para pakar beranggapan bahwa inovasi teknologi ditambah dengan
globalitas bisnis dan makin cepatnya mobilitas modal akan menyebabkan
terpangkasnya biaya-biaya secara drastis. Dampak kehadiran bisnis online dalam sistem
perdagangan, bisa memotong biaya korporasi dalam banyak cara. Pertama,
procurement cost, karena sekarang perusahaan dengan mudah dapat mencari pemasok
paling murah. Dengan melakukan order secara online maka kesalahan order juga
berkurang, selain lebih mudah dan cepat.[10]
Kedua, sistem online tersebut bisa menghemat biaya distribusi produk, karena
dapat didistribusikan dengan cepat dan mudah. [11]
Berdasarkan kenyataan, transaksi melalui internet jauh lebih efisien
dan mudah dibanding dengan menggunakan media lainnya atau jika dilakukan dengan
tatap muka. Hanya dengan menampilkan produknya dalam media internet, maka
informasinya akan tersebar ke seantero jagad yang berarti membuka peluang bagi
penjual untuk menaikkan omset penjualannya. Kemudahan yang ditawarkan oleh e-commerce tersebut bukan berarti tanpa risiko, terutama bagi pembeli.
Sekalipun tiap negara sudah ada peraturan mengenai hukum kontrak, kemungkinan
terjadinya penipuan selalu ada. Bentuk-bentuk penipuan yang biasa terjadi dalam
menggunakan e-commerce adalah barang yang dijadikan
objek ternyata tidak sesuai dengan kualifikasi yang dicantumkan dalam situs,
atau barang yang ditawarkan statusnya bukan milik penjual sehingga ia
sebenarnya tidak memiliki kewenangan untuk menjual barang tersebut. Yang lebih
parah lagi bisa saja terjadi barang tersebut ternyata tidak ada dipenjual.
Risiko kedua adalah terjadinya kesalahan-kesalahan, baik yang dilakukan oleh
pihak penjual atau pihak lainnya, karena penggunaan internet sangat rawan akan
serangan hackers yang bisa mengacaukan sistem internet pada umunya. Hackers
ini juga bisa menyerang e-commerce yang akibatnya akan sangat fatal.
Kasalahan lainnya adalah kesalahan pengetikan yang bisa berakibat fatal.[12] Walaupun
secanggih apapun teknologi, tetap diperlukan suatu bentuk pengamanan bagi
pihak-pihak yang bertransaksi, terutama bagi pihak konsumen.
Menurut Wahbah Zuhaili, prinsip dasar dalam transaksi muamalah
dan persyaratannya adalah membolehkan selama tidak dilarang oleh syariah atau
bertentangan dengan dalil (nash)
syariah. Penggunaan e-commerce dapat dilihat dari segi kemaslahatan dan
kebutuhan manusia akan teknologi yang cepat berubah sesuai dengan perkembangan
zaman. Berdasarkan prinsip kebolehan tersebut, maka islam memberi kesempatan yang luas
untuk mengembangkannya. Bukankah Allah SWT tidak menyempitkan kehidupan manusia (QS. Al-Baqarah(2): 185
dan 286) sehingga yang perlu diwaspadai dalam penggunaan e-commerce
adalah dampak negatifnya.
Bagi Islam, kemajuan teknologi tidak boleh
dijadikan celah oleh seseorang untuk mengeksploitasi yang lainnya, dan harus
aman digunakan karena prinsip syariah terpenuhi. Untuk
menilai apakah aktivitas e-commerce sudah sesuai dengan syariah, konsep usaha
yang islami dapat digunakan sebagai acuan, yaitu konsep halal. Halal dalam hal
ini adalah mengambil yang baik (tayyib) , halal secara perolehan
(melalui perniagaan yang secara ridha sama ridha), halal dalam prosesnya
(berlaku adil dan menghindari keraguan), halal cara penggunaannya (saling
tolong menolong dan menghindari risiko yang berlebihan).[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
nilai-nilai perdagangan secara Islam, transaksi e-commerce melalui
internet dapat dibolehkan menurut Islam, kecuali pada komoditi yang tidak
dibenarkan untuk diperdagangkan secara Islam.
Dalam
transaksi e-commerce melalui internet terdapat persamaanmengenai
prosesnya yang sama-sama melalui pesanan, yang menjadi perbedaan adalah
bagaimana dalam prosesnya e-commerce membutuhkan saksi atau wakil
sedangkan as-salam tidak, kelegalan obyekya serta proses pengiriman obyek yang
diperjual belikan.
B.
Saran
Dalam melakukan transaksi e-commerce seharusnya kita sebagai seorang
muslim selalu berpegang dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, selain
kita bisa memperoleh keberhasilan dalam bermuamalah di dunia, kita juga
mendapatkan keberkahan dan bisa mempertanggung jawabkannya di dunia maupun
diakhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi, Haris Faulidi. 2004. Bisnis E-Commerce
Perspektif Islam. Yogyakarta : Magistra Insania Press
Jusmaliani, dkk. 2008. Bisnis berbasis syariah. Jakarta:Bumi Akasara.
Mustofa, Imam. 2016. Fiqih
Mu’amalah Kontemporer. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
[2]Haris Faulidi Asnawi, Bisnis E-Commerce
Perspektif Islam, (Yogyakarta : Magistra Insania Press, 2004), hal. 83
Tidak ada komentar:
Posting Komentar