MAKALAH
Akad Kerjasama
di Bank Syariah ( Mudharabah dan Musyarakah)
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari matakuliah Fiqh Muamalah
Kontemporer
Dosen Pengampu:
Muflihatul Bariroh ,M. S. I
ES – III A
Disusun Oleh Kelompok 3:
1.
Nuraini Trias Saputri (17402153014)
2.
Achmad Daviv Bintama Putra (17402153017)
3.
Indah Sulistiawati (17402153026)
4.
Kharisma Novita Sari (17402153042)
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
2016/2017
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akad kerjasama di bank syariah terdiri dari Mudharabah dan Musyarakah.
Akad Mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan
konvensional. Perbankan konvensional pada umumnya menawarkan pembiayaan dengan
menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah digunakan mudharib
dalam jangka waktu tertentu. Namun , akad mudharabah tidak menentukan
suku bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan pembiayaan mudharabah
, melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan
yang diperoleh mudharib.
Selain itu, ada akad musyarakah yang ada di perbankan syariah.
Akad tersebut merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu. Akad tersebut sangat relevan terhadap bisnis - bisnis kemitraan
yang dilakukan perseorangan ataupun badan usaha.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses berlangsungnya akad mudharabah dan akad musyarakah
di perbankan syariah?
2.
Bagaimana aplikasinya dari akad mudharabah
dan akad musyarakah di perbankan syariah?
3.
Bagaimana perbedaan dari akad mudharabah
dan akad musyarakah di perbankan syariah?
C. Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk mengetahui proses berlangsungnya akad mudharabah dan akad musyarakah
di perbankan syariah
2.
Untuk mengetahui aplikasinya dari
akad mudharabah dan akad musyarakah di perbankan syariah
3.
Untuk mengetahui perbedaan dari
akad mudharabah dan akad musyarakah di perbankan syariah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Akad Mudharabah
a.
Pengertian
Akad Mudharabah
Mudharabah
berasal dari kata dharb artinya memukul atau lebih tepatnya proses
seseorang memukulkan kakinya dalam perjalanan usaha. Secara teknis mudharabah
adalah kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainya menjadi pengelola (mudharib).[1]
b. Dasar Hukum[2]
Secara
umum dasar hukum mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan
usaha, sebagaimana berikut:
a)
Menurut Al – Quran
...وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ
اللَّهِ...
“Dan
sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah” ( QS. Al-Muzammil (73): 20).
b)
Menurut Hadits
Dari
Shalih bin Shuhaib ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan, jual beli secara tangguh, muqharadhah/mudharabah,
dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”.
(HR.Ibn Majah ).
c. Jenis Mudharabah
Secara umum
mudharabah terbagi dua jenis, yaitu mudharabah muthlaqah (general
investment) dan mudharabah muqayyadah (special investment).
a)
Mudharabah Muthlaqah
(general investment) adalah akad kerjasama dimana mudharib
diberi kekuasaan penuh untuk mengelola modal usaha , tujuan maupun jenis usaha.
b)
Mudharabah Muqayyadah
(special investment)adalah akad kerja sama dimana pemilik
dana ( shahibul maal) menetapkan syarat tertentu yang harus dipenuhi mudharib
, baik mengenai tempat usaha , tujuan maupun jenis usaha.
a) Pemodal
dan Pengelola
1. Pemodal
dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.
2. Keduanya
harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari masing-masing pihak.
3. Shigat
yang dilakukan bisa secara eksplisit dan implisit yang
menunjukkan tujuan akad.
4. Sah
sesuai dengan syarat-syarat yang diajukan dalam penawaran, dan akad bisa
dilakukan secara lisan atau verbal, secara tertulis maupun ditandatangani.
b) Modal
Modal disyaratkan harus :
1. Dinyatakan
dengan jelas jumlah dan jenisnya (yaitu mata uang). Apabila modal berbentuk
barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang
yang beredar (atau sejenisnya).
2. Harus
berbentuk tunai bukan piutang (namun sebagian ulama membolehkan modal mudharabah
berbentuk aset perdagangan misalnya( inventory).
3. Harus
diserahkan kepada mudharib untuk memungkinkanya melakukan usaha.
c) Keuntungan
Keuntungan disyaratkan sebagi berikut :
1. Har
us dibagi untuk kedua belah pihak .
2. Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam persentase dan keuntungan yang mungkin
dihasilkan nantinya.
3. Rasio
persentase (nisbah) harus dicapai melalui negoisasi dan dituangkan dalam
kontrak.
4. Waktu
pembagian keuntungan dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh
(atau sebagian) modal kepada shahibul maal.
5. Jika
jangka waktu akad mudharabah relatif lama nisbah keuntungan dapat
disepakati untuk ditinjau dari waktyu ke waktu.
6. Biaya
yang timbul disepakati oleh kedua belah pihak , karena dapat mempengaruhi nilai
keuntungan.
e. Skema Mudharabah
|
|||||
|
|||||
|
1.
2. 4.
|
|
Keterangan
:
1.
Bank dan nasabah melakukan akad mudharabah
2.
Bank mengeluarkan modal 100 %
3.
Modal dari bank digunakan untuk membiayai proyek
4.
Nasabah yang menggunakan skill / kemampuannya
5.
Skill dari nasabah digunakan untuk mengerjakan proyek
6.
Dari kerjasama bank dengan nasabah dalam suatu proyek akan menghasilkan
keuntungan untuk kedua belah pihak.
B. Akad Musyarakah
a.
Pengertian
Musyarakah[4]
Musyarakah
atau dikenal dengan sebutan syirkah secara bahasa berarti percampuran (ikhtilath),
yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainya, sehingga sulit untuk
dibedakan.
Artinya
akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha pemilik modal bekerja sama
sebagai mitra usaha , membiayai investasi usaha baru atau yang sudah berjalan.
Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam manajemen perusahaan, tetapi
itu tidak merupakan keharusan. Para pihak dapat membagi pekerjaan mengelola
usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat meminta gaji untuk tenaga dan
keahlian yang mereka curahkan untuk usaha tersebut.
b. Dasar Hukum[5]
a) Al
- Quran
...فَإِنْ
كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِفَإِنْ كَانُوا
أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ...
Artinya
: ...” Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu”... (QS.An-Nisa
(4):12)
b) Hadits
Dari Abi Hurairah,
Rasulullah saw berkata :”Sesungguhnya Allah azza wajalla berfirman : aku pihak
ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati
lainya.” (HR.Abu Daud).
a) Syirkah al – milk atau syirkah
kepemilikan, yaitu kepemilikan bersama dua pihak atau lebih dari suatu properti
b) Syirkah al –‘aqd atau syirkah akad,
yaitu kemitraan yang terjadi karena adanya kontrak bersama atau usaha komersial
bersama. Syirkah al –‘aqd dibagi menjadi empat bagian:
1.
Syirkah al –
amwal atau syirkah al –‘inan yaitu usaha komersial
bersama ketika semua mitra usaha ikut andil menyertakan modal dan kerja, yang
tidak harus sama porsinya ke dalam perusahaan.
2.
Syirkah al –
mufawadhah, yaitu usaha komersial bersama dengan syarat adanya
kesamaan pada penyertaan modal, pembagian keuntungan , pengelolaan kerja .
3.
Syirkah abdan,
yaitu usaha komersial bersama ketika semua mitra usaha ambil bagian dalam
memberikan jasa kepada pelanggan.
4.
Syirkah al –
wujuh, yaitu usaha komersial bersama ketika mitra tidak
mempunyai investasi sama sekali. Mereka membeli komoditas dengan pembayaran
tangguh dan menjualnya tunai.
d. Rukun Musyarakah
a) Para
pihak yang bekerja sama (asy-syuraka)
b) Modal
( ra’sul maal)
c) Usaha atau proyek (al-masyru)
d) Pernyataan kesepakatan (ijab-qabul)
e. Syarat Musyarakah
a) Syarat akad , karena musyarakah
merupakan hubungan yang dibentuk oleh para mitra melalui akad yang disepakati
bersama, maka akad harus dilaksanakan atas persetujuan para pihak tanpa adanya
tekanan dan penipuan.
b) Pembagian proporsi keuntungan ,proporsi
keuntungan yang dibagikan kepada para mitra usaha harus disepakati di awal
akad.
c) Penentuan proporsi keuntungan ,
menurut Imam Maliki dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi keuntungan
dibagi diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam
akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan.
d) embagian kerugian ,para ahli hukum
islam sepakat bahwa setiap mitra menanggung kerugian sesuai dengan porsi
investasinya.
e) Sifat modal, sebagian besar ahli
hukum islam berpendapat bahwa modal yang diinvestasikan oleh setiap mitra harus
dalam bentuk uang.
f. Skema Musyarakah
|
|
Keterangan:
1.
Bank syariah dan nasabah melakukan akad musyarakah
2.
Bank syariah mengleuarkan modal 70 % sedangkan nasabah mengeluarkan 30 %
3.
Modal 70 % dari Bank syariah dan modal 30 % dari nasabah digunakan
melakukan kerjasama dalam sebuah proyek
4.
Proyek tersebut menghasilkan keuntungan yang nantinya keuntungan
dibagikan sesuai dengan perbandingan modal yang dikeluarkan kedua belah pihak
C. Aplikasi Akad Mudharabah
dan Akad Musyarakah di Perbankan Syariah
a)
Aplikasi
Akad Mudharabah
Mudharabah biasanya
diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan
dana, mudharabah diterapkan pada:
- Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban dan sebagainya.
- Deposito special (special investmen), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu. Misalnya Ijarah.
Adapun pada
sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk;
- Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
- Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengaaan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul mal.
b)
Aplikasi
Akad Musyarakah (Syirkah)
Dari sekian banyak jenis dan variasi syirkah, hanya syirkah ‘inan
yang palingtepat dan dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah. Syirkah
ini biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama
– sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu
selesai, nantinya jika mendapat keuntungan
maka bagi hasil antara kedua belah pihak sesuai besar perbandingan
modalnya.
D. Perbedaan Mudharabah
dan Musyarakah[7]
Dilihat
Dari
|
Musyarakah
|
Mudharabah
|
Sumber investasi
|
Semua mitra usaha
|
Shahibul Mal
|
Partisipasi manajemen
|
Semua mitra usaha
|
Mudharib
|
Pembagian resiko
|
Semua mitra usaha sebatas bagian investasinya
|
Shahibul Mal
|
Kewajiban pemilik modal
|
Tidak terbatas atau sebatas modal
|
Sebatas modal
|
Status kepemilikan aset
|
Milik bersama semua mitra usaha
|
Milik Shahibul Mal
|
Bentuk penyertaan
|
Dana dan barang investasi
|
Dana
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mudharabah
adalah kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainya menjadi pengelola (mudharib).
Sedangkan Musyarakah atau dikenal dengan sebutan syirkah secara
bahasa berarti percampuran (ikhtilath), yaitu percampuran antara sesuatu
dengan yang lainya, sehingga sulit untuk dibedakan.
Kedua akad tersebut mempunyai dasar
hukum dari Al – Quran dan Hadits. Akad Mudharabah dan Musyarakah
juga dapat diaplikasikan di perbankan syariah. Kalau mudharabah
digunakan dalam tabungan berjangka dan deposito. Sedangkan musyarakah yang
cocok digunakan dalam perbankan adalah syirkah ‘inan.
B. Saran
Dengan
mengetahui akad kerjasama yang sesuai dengan syariat islam, sebaiknya dalam
bekerjasama melalui proyek hendaklah menggunakan akad mudharabah ataupun
musyarakah. Agar hasilnya dari keuntungan yang didapat jelas dan tidak mengandung riba.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali,
Zainuddin. 2012. Hukum Perdata Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset
Askarya .2008. Akad dan
Produk Bank Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Dahlan, Ahmad. 2012. Bank
Syariah Teoritik, Praktik, Kritik. Yogyakarta : Teras
Djamil , Fathurrahman.
2012. Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah.
Jakarta : Sinar Grafika
Huda, Qomarul. 2011. Fiqh
Muamalah. Yogyakarta : Teras
[1] Qomarul Huda, Fiqh Muamalah,
(Yogyakarta :Teras, 2011), hal. 111
[2] Zainuddin Ali, Hukum Perdata
Islam, ( Jakarta: Sinar Grafika Offset), hal. 88
[3] Qomarul Huda, Fiqh Muamalah,
(Yogyakarta :Teras, 2011), hal.114
[4] Qomarul Huda, Fiqh Muamalah,
(Yogyakarta :Teras, 2011), hal. 99 - 100
[5] Ahmad Dahlan, Bank Syariah ,
Teoritik, Praktik, Kritik,(Yogyakarta : Teras, 2012) , hal. 169
[6] Fathurrahman Djamil, Penerapan
Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta :
Sinar Grafika,2012), hal. 167 - 168
[7] Askarya, Akad dan Produk
Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2008), hal. 76
Tidak ada komentar:
Posting Komentar